Minggu, Desember 25, 2011

Arti Dalam Tangis-ku

Wanita memang lebih mudah terharu, terhanyut dan terlarut oleh setiap keadaan. Itulah yang menyebabkan wanita lebih mudah "menangis" dari pada sosok laki-laki. Lalu, apakah itu yang sebenarnya dinamakan dengan Cengeng? Segala hal yg membuat hati wanita tersentuh, kemudian menangis sampai pada akhirnya disebut "Cengeng".

Sungguh kami (lebih tepatnya, Aku) hanya ingin mengungkapkan rasa yang terbendung di hati. Aku berusaha untuk tak menangis di hadapan orang lain, terutama Ibuku. Namun apa daya,kadang rasa itu menyesakkan,hingga akhirnya terluapkan tanpa bisa ditahan. Berbeda dengan diriku di hadapan Ibu. Ketika Ibuku sering menangis karena terharu terhadap segala perangaiku, aku bahkan harus tersenyum, meski dalam hati ini menjerit sekeras-kerasnya.

Kisah kecil dariku, kala itu dalam suasana "curhat" bersama Ibu,


Ibu berkata "Ibu bangga, Ibu bahagia karenamu, Nduk, kamu tak seperti Ibu, yang dulu sewaktu Mbah Ibu masih ada, Ibu ini sering membentak bahkan melempar benda ke Beliau, dosa Ibu sangat besar, dan kamu tak punya dosa itu, beruntung sekali Ibu karena apa yang Ibu lakukan itu tak pernah sekalipun kamu lakukan, bahkan Ibu yang sering marah tapi kamu tanggapi hanya dengan diam".
Ibuku mengucapkan ini semua secara lancar, tapi pada akhirnya Beliau tersedu-sedu.
Dalam hatiku bergejolak, ingin turut menangis karna tak kuat menahan sesaknya, tapi kusimpan dalam-dalam,
kujawab dg senyuman dan perkataan "Ini semua karena doa Ibu, hingga Auli bisa seperti apa yang Ibu inginkan", setelah itu dalam keheningan kami terlarut. Hingga mengantar kami ke dunia mimpi (read: Tidur).
Memang benar apa yang dikatakan Ibu, setiap siapa pun (orang tua) yang marah terhadapku, aku berusaha tak melawan, aku hanya dengarkan dan aku berharap supaya aku tak melakukan kesalahan yang sama.
Setelah waktu itu, aku semakin berpikir bahwa aku justru bukan siapa-siapa, aku bisa karena doa Ibu, dari doa Ibuku-lah Allah meridhoiku.

Kian aku tumbuh dewasa, kian aku mengerti pengorbanan dan perjuangan Ibu tanpa Ayah di sampingnya sejak aku berusia 6tahun. Dan kian hari betapa pun itu hal kecil sampai hal besar, jika telah tersebut nama "IBU",slalu ada yg bergetar di hati hingga merasuk jiwa dan seakan ingin keluar lewat air mata.

Bahkan ketika pagi tadi (di Markas Besar KURMA 2011/RK.13) diadakan Refleksi Hari Ibu, Air mata ini tak bisa terbendung, hingga membuat jilbabku basah dan menghabiskan 12 lembar tissue.
Apa yang aku rasakan?
Aku ingat Ibu, dan aku rindu Ayah.
Aku ingat Ibu, betapa Beliau rindu terhadap Ayah melebihi seperti apa yg aku rindukan.
Salahkah aku jika aku meluapkannya dalam bentuk tangisan?Masihkah hal yang seperti ini dianggap "CENGENG"?
Toh, tadi tindakanku selanjutnya adalah menuju Mushola, untuk Sholat dan mengadu, hingga tersedu-sedu pada Rabb Pencipta dan Pemilik jiwa dan ragaku, dengan maksut biarlah aku "cengeng" secengeng-cengengnya di hadapan Allah saja.

Wallohu A'lam bisshowab atas segala niatku mencurahkan air mata.
Auli Fisty N. A.

0 komentar:

Posting Komentar

Template by:

Free Blog Templates